Sismiranda tentang masa muda dan segala riuh resahnya menjadi dewasa

28 Juni 2023

Hai! Setelah Sekian Lama.

 Hai hai hai, setelah sekian lama seperti judulnya, akhirnya menulis lagi di blog yang dibuat sejak jaman masih suka nulis puisi dan bergalau ria wkwkwk, ya meskipun sampai sekarang masih galau sih yaaa hahaha

Apakah blog ini masih mempunyai pembaca? 

Semoga aku lebih rajin nulis lagi ya, mengungkapkan semua riuh di kepala biar ga mengendap jadi emosi yang tiba-tiba meledak hehe

See you di tulisan selanjutnya...

13 Oktober 2022

Senja Kelabu Milikmu

Apa yang kau suka dari senja, Gadisku?
Apa karena saga yang menjilat mega?
Apa karena burung yang pulang membawa janji saat siang?
Atau karena kelam yang mulai tenggelam?

Lihatlah!
Matahari selalu kembali
Meski manusia pergi tak pernah terganti

Biarkan sepi anginnya mengarak awan
Tempat kau menggantung mimpi
Menghapus senja kelabu milikmu
Dengan membirukan hatimu

Biarkan matamu terbuka
Senja ini tak hanya milikmu
Tapi hati, kau miliki sendiri

Merah saga atau kelabu
Senja ini tergantung pada hatimu 


Puisi senja dari seorang pria yang sedang menjalani perannya :) untuk gadis yang sedang menjalani perannya juga :)

24 September 2021

Kopi dan Kamu

Aku selalu bingung kalau disuruh memilih kopi, karena sekarang belum tau mana kopi yang "pas" untuk diriku. Mulai dari Americano yang ternyata lidahku sama sekali tidak menyukainya dan V-60 yang baru kucicip sedikit dan masih tersisa rasa penasaran akan rasanya. 
Lalu kucoba Vietnam Drip dan ajaibnya aku langsung suka! Lambungku pernah bermasalah karena perkopian ini dan aku sudah pernah bercerita padamu. Dan semalam kamu menjelaskan kopi apa yang harus aku minum agar lambungku tetap baik-baik saja.
Arabica katamu, aku mendengarkan dengan seksama. Caraku minum kopi masih sama seperti dulu, hanya beberapa kali teguk saja dan tidak pernah lebih dari 10 menit.
Semoga kamu tidak menertawakanku, sampai jumpa lagi Jumat depan! Semoga.

2018 

16 Februari 2020

Aku Tidak Pernah Sejatuh Ini

Sebelum ini aku tidak pernah sejatuh ini, aku tidak pernah sepincang ini, aku tidak pernah sebuta ini bahkan aku akan terus berusaha berdiri sekalipun tertatih menahan perih.
Hal yang paling ku hindari adalah meluapkannya di depan dua malaikatku, aku tak pernah mau mereka tahu bebanku yang sebenarnya tak pernah seberat beban mereka.
Aku memiliki pundak yang tidak begitu kuat, bahkan boleh dikatakan rapuh. Tapi aku selalu berhasil bersembunyi dibalik kesunyian, Selalu berhasil. Dan kali ini aku gagal, sepertinya.
Aku tidak pernah sejatuh ini
Mungkin aku harus biarkan diri ini terjatuh dulu, jangan memaksa untuk merangkak bahkan berdiri. Aku harus bersandar, diam dan menikmati jatuhnya.
Bukankah semua yang sudah terjadi harus selalu disyukuri?

Cerita Para Penikmat Senja

Apa kabarmu?

Apa kabarmu? Bagaimana kondisimu? Masih suka minum kopi hanya untuk meyelesaikan tulisanmu? Menyelesaikan puisi-puisimu? Pertanyaan yang tidak seharusnya aku tanyakan lagi, kamu sudah bahagia disisiNya Mas.
Aku rindu, iya aku rindu kamu. Aku rindu kala kita memandang senja bersama, aku rindu aroma pantai yang katamu “ini aroma kebebasan Dek”. Aku rindu kamu yang selalu bercerita tentang keluargamu, kamu yang selalu bercerita tentang teman-temanmu. Aku rindu semua itu.
Masih ingatkah kamu pada semburat saga di pantai satu tahun yang lalu? Semburat saga yang katamu “Ini warna yang romantis Dek, kalau kita menikah nanti warna saga ini yang akan mendominasi warna pelaminan kita” katamu dengan keyakinan penuh kalau kita akan menikah dan akan duduk berdua di pelaminan. Tapi mimpi itu sirna sembilan bulan yang lalu sejak kecelakaan pesawat yang membawamu ke tanah kelahiranmu mengalami kecelakaan.
Kamu selalu mengatakan “Kalau kita berumah tangga nanti kamu mau kan jadi istriku yang selalu sabar ngadepin aku ya Dek?” aku selalu tersipu malu dan tersenyum dengan pertanyaanmu seputar pernikahan, kamu mengajakku bermimpi terlalu tinggi, kau ajak aku merangkai puzzle tapi sekarang papan rangkaian puzzlenya hilang, tinggal mimpi-mimpi yang sudah tidak bisa aku bahkan kita wujudkan lagi. Kabar kecelakaanmu aku dengar satu jam setelah insiden itu terjadi, pesawatmu kehilangan kontak saat cuaca sedang amat sangat buruk, yah sejak hari itu aku seperti kehilangan semangat hidup, semangat menulis, semangat berpuisi, semangat menaklukkan puncak, semangat melanjutkan hidup, aku kehilangan semua semangat itu. Kamu yang selalu mengatakan padaku, “Kamu itu gadis yang kuat Dek, kamu itu gadis yang Mas pilih buat Mas ajak menaklukkan puncak-puncak nusantara ini” sejak mendengar ucapanmu yang satu itu aku selalu bermimpi dapat menaklukkan puncak puncak tertinggi di nusantara ini, berjalan bersama, melewati badai angin topan bersama, kamu yang selalu mengatakan bahwa edelwies adalah bunga yang ingin kamu tanam di depan rumah, kamu yang selalu mengatakan anak-anak kita akan kita beri nama puncak puncak yang sudah kita tempuh berdua, lagi-lagi aku teringat semua mimpimu Mas, aku rindu kamu Mas, sungguh aku rindu. Ayahmu menelponku dan berkata padaku dua hari setelah kecelakaanmu, kata beliau “Ada pesan yang belum sempat Om sampaikan padamu nak, ada surat yang Mas titipkan buat kamu dan sebelum berangkat Mas sempat bilang ke Om kalau dia akan melamarmu kurang lebih sembilan bulan lagi, tepat pada tanggal 1 Januari”. Aku menangis mendengar beritamu dari Ayahmu Mas, 1 Januari itu hari ini Mas, hari dimana kata ayahmu kamu akan melamarku, hari dimana kali pertama tiga tahun yang lalu kita berjumpa karena hobi mendaki kita, puncak Sindoro menjadi saksi pertemuan kita Mas, ladang edelwies yang sedang mekar waktu itu menambah suasana romantis pertemuan kita. Surat yang Mas titipkan baru aku baca sepuluh hari setelah surat itu berada di tanganku, kenapa harus sepuluh hari? Aku ingat kata-katamu Mas, “Pikirkan, paling lama sepuluh hari, aku tunggu sampai sepuluh hari kedepan keputusanmu Dek” waktu itu kamu mengajakku menaklukkan puncak Rinjani, puncak dekat tempat KKNmu, tapi aku menolak tepat sepuluh hari setelah kamu mengajakku, karena Bapakku tidak memberiku izin untuk kesana. Hal romantis yang kamu bawa pulang hari itu adalah ceritamu saat kamu menaiki puncak Rinjani, ah aku selalu suka lekuk bibirmu saat bercerita Mas, senyum manis ramah ciri khas daerahmu Mas. Perlahan aku buka suratmu, aku baca, lagi-lagi kata katamu membuatku menangis terharu, membuatku tak berhentinya meneteskan air mata, katamu dalam surat :

Assalamualaikum wr wb
Dek, Mas pulang ke Jawa dulu ya, rencananya tiga bulan lagi Mas sekeluarga pindah lagi ke Jawa, tapi keluarga Mas semua masih disana. Kamu hati-hati ya di Banjarmasin Dek, Mas belum tahu kapan akan kembali ke Banjarmasin lagi, maaf pagi ini Mas ingkar janji karena tidak bisa menemanimu ke pasar apung. Oh ya, udang buatanmu kemarin enak sekali Dek, Mas ketagihan, pagi ini sebelum berangkat Mas makan cumi manis yang kamu titipkan ke adek Mas kemarin sore, tadi pagi Mas hangatkan, enak Dek, makanan terlezat yang pernah Mas makan. Nanti kalau kita berkeluarga kamu harus masakin Mas seafood terus ya? Hehe
Mas pasti akan merindukanmu Dek. Oh ya kemarin kamu minta Mas buatkan puisi tentang kebersamaan kita ya? Ini Mas buat dengan sepenuh hati Mas. Semoga Dedek suka ya,
Biarkanlah aku menjadi senja
Sesekali membuat perahu-perahu itu berlabuh
Membawa rindu
Luruh di kota kita
Pendar saga menyala
Romansa jingga
Menemani kepulangan para penyari harapan
Lalu kau jadilah fajar, sayangku
Tempat para nelayan meletakkan mimpi
Bersama asa mentari
Mas selalu suka ekspresimu setelah membaca puisi, senyum malu malumu, wajahmu memerah Dek, itu manis sekali. Sampai jumpa Dek, jaga diri baik-baik, Mas pergi dulu. Mamas sayang kamu Dek.
Wassalamualaikum wr wb

Langsung air mataku tak terbendung membaca isi surat dan puisimu Mas, hari ini empat tahun perkenalan kita, tiga tahun belakangan kamu yang selalu menguatkan aku Mas, kamu yang selalu mengajakku berjuang sampai puncak, kata-katamu yang sampai sekarang aku tempel di halaman depan buku harianku, “Temani aku sampai puncak gunung, maka kau akan ku temani sampai puncak hidupmu”. Hari ini, dua jam lagi aku akan di wisuda Mas, program masterku sudah selesai. Aku berjalan terseok-seok sembilan bulan belakangan ini Mas, tapi semua kata-katamu jadi penyemangatku Mas.
Mas terimakasih untuk empat tahunnya, terimakasih untuk perkenalan singkat kita yang istimewa ini, aku tutup buku ini Mas, tiga hari lagi aku berangkat ke negara impian kita Mas, Jerman. Negara yang katamu banyak melahirkan teknisi teknisi hebat, aku akan melanjutkan studyku disana, aku dapat beasiswa yang dulu sempat kamu ikuti juga Mas. Sekali lagi terimakasih Mas. Aku rindu senyum manis dari pria jakung yang menjadi penyemangatku tiga tahun belakangan ini, aku sayang kamu Mas. Bahagia di surgaNya ya, kalau kita tidak berjodoh di dunia yang fana ini, mungkin kita akan berjodoh di tempat yang lebih kekal milikNya Mas. Aamiin.

Dari gadis yang merindukanmu